Friday 5 October 2018

Am I There Yet? by Mari Andrew

By Icha Anindya at October 05, 2018 0 comments
Image result for am i there yet mari andrew cover indonesia
Judul: Am I There Yet?

Penulis: Mari Andrew


Penerjemah: Pratiwi Utami

Penerbit: Bentang Belia (2018, cetakan pertama)

Halaman: 188p

Beli di: Togamas Gejayan, Jogja

 

Usia dua puluhan adalah usia yang unik, rumit, menyenangkan sekaligus menegangkan. Dua puluhan adalah puncak energi dan semangat seorang muda, dihiasi rasa cemas dan galau, takut mengambil jalan yang salah.

Mari Andrew menggambarkan semua perasaan itu dalam buku pertamanya ini. Ia menuangkan perjalanannya singgah dari satu kota ke kota lain, dari Amerika hingga Spanyol. Ia belajar mensyukuri hal-hal sederhana, bersahabat dengan kehilangan, dan merangkul patah hati. Dalam buku ini, Mari menuliskan rute yang ia tempuh dalam rangka menemukan tujuan hidupnya.

Saya mengenal Mari Andrew dari Instagram. Akunnya yang punya ratusan ribu pengikut (salah satunya saya) diisi oleh post-post ilustrasi karyanya sendiri. Ilustrasi-ilustrasi tersebut sederhana, lucu, kadang sedikit sarkastis. Namun melihatnya, kita dapat sejenak menertawakan hidup dan berdamai dengan segala keanehannya. Sebagian ilustrasi tersebut dapat kita nikmati dalam lembar-lembar buku ini.

Saya langsung jatuh cinta sama buku ini karena sampulnya. Lucuuuu banget. Pas lihat sekilas, saya merasa familiar dengan ilustrasinya, kemudian langsung ngeh melihat nama penulisnya. Saya buka beberapa halaman dan OMG, pengen langsung beli! Nonfiksi bukan kesukaan saya, tapi saya menikmati sekali membaca buku ini. Pas banget untuk saya yang memang sedang risau memikirkan tujuan hidup. Buku ini pula yang mendorong saya mengambil sebuah langkah besar dalam hidup baru-baru ini, menguatkan saya untuk bersikap 'bodo amat' dan percaya pada mimpi saya sendiri. Thanks a lot, Mari!

Friday 31 August 2018

One, Two, Buckle My Shoe by Agatha Christie

By Icha Anindya at August 31, 2018 0 comments
Image result for buckle my shoe agatha christie gramedia
Judul: One, Two, Buckle My Shoe (Satu, Dua, Pasang Gesper Sepatunya)

Penulis: Agatha Christie


Penerjemah: Alex Tri Kantjono W.

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2017, cetakan kesembilan)

Halaman: 280p

Beli di: -lupa- (belinya udah lama, tapi baru kebaca 😅)

 

Kali ini Hercule Poirot harus menangani kasus kematian seorang dokter gigi (yang merawatnya beberapa saat sebelumnya). Sang dokter gigi ditemukan tewas dengan lubang peluru di pelipis serta sebuah pistol tergeletak di dekat tangan kanannya. Sekilas nampak seperti kasus bunuh diri, bukan? Tapi bukan Poirot namanya kalau mengganggap suatu kasus punya penyelesaian sesepele itu.

Akan tetapi, belum lagi misteri ini terpecahkan, salah seorang pasien yang juga ditangani dokter gigi yang tewas itu ditemukan meninggal karena kelebihan dosis obat bius. Kalau yang ini jelas terlihat sebagai kasus pembunuhan dan kedua kasus ini saling berkaitan. Poirot kembali mengaktifkan sel-sel kelabu di otaknya, mencari petunjuk, bergelut dengan berbagai teori konpsirasi yang melibatkan bankir terkenal dan dugaan spionase.

Agatha Christie sudah menelurkan banyak karya dan sebagian di antaranya sudah saya baca, sehingga mau tidak mau saya jadi membandingkan satu buku dengan yang lain. Misteri dalam buku ini tampak sederhana dan ternyata ceritanya pun tidak begitu menantang. Beberapa tokoh dan perannya tampak seperti dipaksakan. Misalnya, asisten  pembunuh yang baru disebutkan identitasnya di akhir cerita oleh si pembunuh sendiri. Sang asisten ini boleh dibilang tak kasat mata, keberadaannya sama sekali tak diketahui sehingga rasanya seperti diada-adakan.

Meski demikian, saya tetap menikmati alur cerita. Bagaimana Poirot memecahkan kasus dengan teliti dan runut tetap menjadi poin favorit saya. Sekali lagi kisah ini membuktikan bahwa kemampuan observasi yang baik adalah kunci pemecahan misteri. Gesper sepatu yang lepas meupakan titik pusat dari pusaran kasus. Kalau bukan karena mata Poirot yang tajam, hal sekecil itu pasti sudah luput! 

Tuesday 26 June 2018

Towards Zero by Agatha Christie

By Icha Anindya at June 26, 2018 0 comments
undefined
Judul: Towards Zero (Menuju Titik Nol)

Penulis: Agatha Christie


Penerjemah: Windrati Selby

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2017, cetakan kedelapan)

Halaman: 304p

Beli di: Togamas Gejayan, Jogja

 

In a glimpse:

Apa hubungan antara percobaan bunuh diri yang gagal, tuduhan pencurian yang keliru terhadap siswi sekolah, dan kisah romantis seorang petenis terkenal?
Untuk pengamat biasa, mungkin memang tak ada hubungan apa-apa. Hingga kemeriahan pesta yang diadakan di rumah seorang janda tua di Gull's Point berakhir dengan kematian.
Dan tampaknya, semua itu bagian dari rencana pembunuhan yang rapi.

Sekumpulan orang memutuskan untuk memenuhi undangan rutin Lady Camilla Tressilian, janda tua pemilik Gull's Point. Masing-masing dari mereka membawa masa lalu yang kelam, gelora cinta yang menyala, dan rahasia yang tersimpan rapat. Ketika suatu pagi Lady Tressilian ditemukan tewas, ketegangan yang menyelimuti rumah besar itu tak mampu lagi disembunyikan.

Kasus itu dilimpahkan kepada Inspektur Battle, seorang perwira polisi cerdas dan teliti. Ia menguak lapis demi lapis kasus yang nampak sederhana itu. Pada akhirnya ia tak hanya menemukan sang pelaku, namun juga rahasia di balik kasus tersebut.

Saat membaca bagian awal buku, jujur saja saya nyaris bosan. Ini kapan sih nyampenya ke kasusnya? Ya, setengah depan buku ini menceritakan mengenai para tokoh dan kronologi peristiwa sebelum mereka semua tiba di Gull's Point. Untung saya nggak menyerah, sebab ternyata perkenalan para tokoh tersebut punya andil besar dalam pemecahan kasus di penghujung cerita.

Towards Zero memang tidak memasang Hercule Poirot atau Miss Marple sebagai jagoan. Meski begitu, saya cukup menikmati buku ini. Sisi dramanya lebih banyak daripada misteri dan suasana ke-detektif-annya. Saya akui saya lebih suka kisah-kisah dengan Poirot sebagai tokoh utama karena menurut saya suasana tegangnya lebih terasa. Seperti juga cerita-cerita lain karya Agatha Christie, identitas pelaku tidak mudah ditebak, memberikan perasaan asyik dan penasaran mengikuti perjalanan menuju akhir kisah. Overall, buku ini bisa dinikmati para penggemar kisah misteri yang sedang ingin mengendurkan saraf sejenak tanpa kehilangan keasyikan mengasah otak dan memuaskan rasa penasaran.

Saturday 27 January 2018

Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela by Tetsuko Kuroyanagi

By Icha Anindya at January 27, 2018 0 comments
Related image
Judul: Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela

Penulis: Tetsuko Kuroyanagi


Penerjemah: Widya Kirana

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2017, cetakan kedua puluh empat)

Halaman: 272p

Beli di: Harbolnas gramedia.com





Totto-chan dikeluarkan dari sekolah lamanya karena guru-guru tak tahan menangani gadis kecil itu. Menurut mereka, Totto-chan adalah anak nakal, padahal sesungguhnya Totto-chan hanya berbeda. Ia selalu penasaran akan hal baru, rasa ingin tahunya besar, dan imajinasinya tinggi. Ketika Mama mendaftarkannya ke Tomoe Gakuen, Totto-chan dengan cepat menyukai sekolah barunya itu. Alih-alih ruang kelas biasa, murid-murid sekolah itu belajar di gerbong kereta! Sistem belajar yang unik, teman-teman yang semuanya menyenangkan, dan terutama Kepala Sekolah yang mendidik anak-anak dengan penuh cinta membuat Totto-chan selalu bergembira menjalani hari-harinya bersekolah di Tomoe Gakuen.

Satu hal yang membuat buku ini sangat-sangat istimewa adalah kisah-kisahnya yang sarat akan pelajaran. Selama membaca buku ini kita akan melihat nilai-nilai tentang bagaimana berteman dengan siapa saja, tanpa memandang latar belakang bahkan kondisi fisik seseorang, bahwa setiap orang haruslah mempunyai attitude yang baik pada siapa saja, namun tetap bebas menjadi diri sendiri.

Totto-chan, yang tak lain dan tak bukan adalah Tetsuko Kuroyanagi sendiri, juga menuturkan sekilas kisah hidup Sosaku Kobayashi, sang kepala sekolah yang inspiratif. Pengetahuan Kepala Sekolah yang sangat luas mendorongnya mendirikan Tomoe Gakuen dengan sistem pembelajaran yang tak lazim kala itu. Mr. Kobayashi percaya bahwa setiap anak memiliki keunikan sehingga dalam mendidik ia mempunyai tujuan yang luhur: jiwa anak-anak didiknya tumbuh secara alami sekaligus watak-watak baik dalam diri mereka turut berkembang sehingga mereka menjadi manusia yang tak hanya mumpuni secara kognitif namun juga memiliki kepribadian mulia.

Kisah-kisah Totto-chan dalam buku ini dituturkan dengan sederhana dan indah, sukses membuat saya ikut tersenyum, tertawa geli, dan kadang juga ingin ikut menangis. Meski ada beberapa hal dari Tomoe Gakuen yang saya kurang sependapat, saya membayangkan jika sekolah seperti Tomoe Gakuen ada di Indonesia, pasti anak-anak negeri ini akan senang bersekolah dalam cara yang sebenarnya. 

Sebenarnya saya dulu pernah membaca buku ini, mungkin sepuluh tahunan yang lalu, ketika masih kuliah S1, tapi waktu itu saya cuma pinjam. Nah, mumpung Harbolnas Desember 2017 lalu Gramedia olshop buka diskon 50% untuk semua buku, saya beli buku ini. Lumayan, dapat hardcover dengan harga miring 😁





Kategori: A book where the main character is a different ethnicity than you



Kategori: A book by an author of a different ethnicity than you

Wednesday 17 January 2018

Murder on the Orient Express by Agatha Christie

By Icha Anindya at January 17, 2018 0 comments
Image result for murder on the orient express gramedia
Judul: Murder on the Orient Express (Pembunuhan di Orient Express)

Penulis: Agatha Christie


Penerjemah: Gianny Buditjahja

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2017, cetakan kesebelas)

Halaman: 360p

Beli di: Gramedia Ambarrukmo Plaza, Jogja




Detektif ternama Hercule Poirot melakukan perjalanan dari Timur Tengah ke Eropa menggunakan kereta api kelas wahid, Orient Express. Perjalanan yang diharapkannya menyenangkan seketika berubah ketika kereta terjebak reruntuhan salju di wilayah Balkan. Belum lagi selesai satu masalah, seorang penumpang ditemukan tewas dalam kompartemen: tubuhnya ditusuk berulang-ulang dan pintu terkunci dari dalam.

Demi menemukan pelakunya, Poirot mewawancarai para penumpang yang terdiri dari beragam latar belakang, pekerjaan dan asal-usul. Tentu saja, apa yang tersembunyi tidak sesederhana yang tampak di luar. Seiring penyelidikan Sang Detektif, misteri terungkap satu per satu. Sekali lagi kecerdasan Poirot ditantang untuk memecahkan kasus yang tampak tak punya titik terang.

Saya baru-baru ini saja jadi penggemar Agatha Christie (telat ya? Ke mana aja saya? 😑) dan Orient Express jadi salah satu kisah favorit saya. Cara Poirot memecahkan kasus secara metodis dijelaskan dengan bagus sekali. Saya selalu suka melihat proses detektif berpikir dan mengambil step by step dalam memecahkan kasus sehingga buku ini memberikan perasaan asyik tersendiri. 

Elemen lain yang membuat kisah ini spesial adalah kemunculan karakter yang cukup banyak namun semuanya dijelaskan dengan teliti. Semuanya punya cerita tersendiri, semuanya punya alibi, tapi semuanya juga mungkin untuk dijadikan tersangka. Saya yang baca mau tidak mau jadi ikut menebak-nebak. Jangan-jangan dia ya? Tapi masa sih?

Orient Express mungkin salah satu karya Agatha Christie yang paling terkenal karena telah beberapa kali diadaptasi. Yang paling baru, Orient Express diangkat ke layar lebar akhir November 2017 lalu. Kennenth Branagh didapuk menjadi sutradara sekaligus memerankan Hercule Poirot. Film Orient Express ini didukung sederet bintang terkenal, di antaranya Johnny Depp (pemeran Ratchett yang nyebelin, tapi sukses bikin saya menjerit soundless di dalam teater), Willem Defoe yang selalu bisa menampilkan karakter aneh hingga peraih Oscar, Judi Dench; jelas merupakan nilai plus untuk ditonton. Terlepas dari beberapa elemen cerita yang terpaksa dihilangkan karena durasi, secara keseluruhan film Orient Express tetap menarik disaksikan. Kalau selama ini gemar membayangkan wujud kumis kebanggan Poirot, silakan tonton film ini dan bandingkan si kumis di film dengan imajinasi kalian 😁





Kategori: A book that's become a movie in 2017



Kategori: A book made into a movie you've already seen
 

Purple.Bibliophile Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review